Headlines News :
Home » » CLASSROOM ACTION RESEARCH

CLASSROOM ACTION RESEARCH

Written By mutadi on Selasa, 05 Maret 2013 | 05.30




Membawa Guru Menemukan Model Pembelajaran Terbaik
Mutadi, S. Pd., M. Ed.
Pendahuluan
Sebuah kritik yang sangat mendasar dilontarkan oleh Tim Proyek PGSM (1999, h. 1) yang menyatakan bahwa hasil penelitian dalam bidang pembelajaran semestinya diharapkan akan mampu meningkatkan kualitas pembelajaran itu sendiri. Namun sayangnya,  realitas yang ada menunjukkan bahwa berbagai hasil penelitian di bidang tersebut kurang berdampak langsung dalam meningkatan kualitas pembelajaran di kelas.  Alasannya adalah, penelitian-penelitian itu kebanyakan dilakukan oleh kalangan akademisi maupun lembaga penelitian mandiri. Oleh karena itu, meskipun seringkali kelas digunakan sebagai kancah penelitian, namun permasalahan-permasalahan yang diteliti itu kurang dihayati oleh guru. Akibatnya, para guru itu tidak terlibat dalam pembentukan pengetahuan (knowledge construction) tentang pendekatan pembelajaran (practical approach)  yang lebih baik.
Memperhatikan permasalahan tersebut di atas, maka (Carr dan Kemmiss: di Davies, 1996, h. 20) menyarankan agar guru melakukan action researh, sebab melalui action research guru akan menjadi seorang peneliti dalam pekerjaannya, peneliti dalam pemahamannya dan peneliti terhadap situasi yang dikelolanya (with action research teachers become the researchers “into their own practices, understanding and situations”). Lebih jauh Davies (1996, h. 22) berharap bahwa dengan melakukan action research ini maka akan memungkinkan guru untuk membangun teori pendekatan pengajarannya sendiri yang terbaik (it enabless teacher to develop their own theories about what is best practice).
            Esai ini akan berfokus pada, pertama, pengertian action research, kedua, action reserach dalam pembelajaran, ketiga, peran guru dalam action research, keempat, kelebihan dan keterbatasan action research,  dan diakhiri dengan kesimpulan.
Action research
            Saat ini action research sedang berkembang di negara-negara maju seperti Australia, Inggris, Amerika dan Canada. Para peneliti pendidikan akhir-akhir ini  cenderung menaruh perhatian yang sangat besar terhadap action research. Hal ini karena action research mampu menawarkan pendekatan dan prosedur yang berdampak langsung pada upaya perbaikan dan peningkatan profesionalisme guru dalam mengelola proses belajar mengajar di kelasnya (Tim Proyek PGSM, 1999, h. 5).
            Menurut Kurt Lewin (1946, 1952 : di McTaggart, 2000) mendiskripsikan action research sebagai cara kerja tahap-tahap spiral (a spiral of steps), setiap tahap terdiri dari perencanaan (planning), tindakan (action), pengamatan (observation), dan evaluasi (evaluation) terhadap hasil dari tindakan yang dilakukan.
            Melihat pendiskripsian tersebut di atas McTaggart dan Garbutcheon-Singh, (1986, 1988: di McTaggart, 2000);  Kemmis dan McTaggart (1988a: di McTaggart, 2000) sedikit tidak setuju terutama pada tahap-tahap spiral yang diajukan oleh Lewis. Selanjutnya mereka memberi penekanan bahwa:

Note that this spiral has created serious confusion about the idea of action research, the fundamental feature of which is collective reflection by participants on systematic objectifications on their efforts to change the way they work (constituted by discourse organisation and power relations, and practice)”

Sementara Stephen Kemmis (1999: di Tim Proyek PGSM, hal. 6) memberikan definisi dengan menekankan pentingnya unsur refleksi-diri, yaitu:

“....a form of self-reflective inquiry undertaken by participants in a social (including education) situation in order to improve the rationality and justice of (a) their own social or educational practices, (b) their understanding of these practices, and (c) the situations in which practices are carried out”

            Dari sejumlah pendiskripsian di atas, dapat ditarik sebuah kesimpulam penting tentang action research terutama dalam bidang pendidikan (khususnya praktek pengajaran kelas) yang selanjutnya diistilahkan sebagai classroom action research (CAR) sebagai berikut: CAR adalah  sebuah bentuk penelitian refleksi-diri (self-reflection) atau refleksi bersama (collective reflection) dalam upaya  merubah/meningkatkan (a) cara mereka mengajar (b) pengetahuan mereka dalam dunia pengajaran,  dan (c) keadaan dimana praktek mengajarnya berlangsung. Perubahan/peningkatan tersebut dilakukan melalui prosedur kerja bertahap spiral (a spiral of steps) yang meliputi perencanaan (planning), tindakan (action), pengamatan (observation), dan evaluasi terhadap hasil tindakan (evaluation).

Guru dalam classsroom action reseach
            Dalam melakukan classrooom action research, guru perlu melakukannya dalam sebuah grup. Sebagaimana yang Lewin (di Armstrong, 1996, h. 10) jelaskan bahwa jika tujuan dari action research adalah perubahan (change) maka diperlukan kerja kelompok. Sebab perubahan yang efektif hanya akan terjadi pada diri seseorang apabila ia bekerja dalam sebuah grup. Lebih jauh Shumky (di Armstrong, 1996, h. 10) menambahkan bahwa perubahan akan lebih mudah terjadi pada diri seseorang jika ia bekerja dalam sebuah grup dibanding apabila ia bekerja sendirian (it is easier to change as member of group than as individual). Oleh karena itu dalam melakukan action research, bekerja sama adalah sebuah kunci (relationships are the key).
            Sedangkan apa yang harus dilakukan dalam sebuah grup (McTaggart, 1991: di Armstrong, 1996, h. 10) menjelaskan bahwa dalam sebuah grup seseorang dapat saling berbagi (share) pandangan dan keyakinannya (beliefs) terhadap permasalahan yang tengah dikaji.
Kelebihan dan keterbatasan action research
            Ada sejumlah aspek yang sangat positif dalam proses classroom action research, sebagaimana yang dikemukakan oleh Davies (1996, h. 22):
1.      One of the most important features  of action research is that is gives teachers a better understanding of their own work. They have the freedom with action research to take problems and try to find solution to them. It enables teachers to develop their own theories about what is best practice (Salah satu ciri utama yang paling penting di dalam action research adalah memberi guru pemahaman yang lebih baik terhadap kerja mereka. Dengan action research mereka memiliki kebebasan untuk menentukan masalah dan mencoba menemukan solusi terhadap masalah tersebut. Hal iti memungkingkan guru untuk membangun teorinya sendiri tentang pendekatan pengajaran yang terbaik),
2.      Another important feature of action research is that empowers teacher to make change (Ciri penting yang lainnya dari action research adalah memberdayajkan guru untuk melakukan perubahan),
3.      Action research can engender a spirit of change in the school that allow things to happen. When teachers feel that they are in control of the change, with they are in action research, they are more likely to accept it.  Teachers often don’t like having changes imposed upon them from above. With action research they control the change. This can lead to the enhancement of self esteem and self worth of teachers. They are not just technicians implementing someone else’s theories but developing theories for themselves (Action research dapat melahirkan “semangat untuk perubahan” di suatu sekolah yang menyebabkan segala sesuatunya bisa terjadi.  Ketika guru merasa mereka berada dalam pengendalian perubahan, yaitu mereka pada aktivitas action research, dia lebih suka untuk menerima perubahan itu. Guru sering tidak suka menerima perubahan karena segala sesuatunya datang dari atas. Dengan action research mereka mengontrol perubahan. Hal ini dapat mendorong peningkatan penghargaan terhadap dirinya dan harga diri guru.  Mereka tidak hanya sebagai seorang ahli praktek pengajaran yang menerapkan teori dari orang lain tetapi membangun teori untuk dirinya sendiri).

Sementara juga ada sejumlah keterbatasan yang dimiliki oleh classroom action research, yaitu:

1.      The lack of time in schools to enables group reflection to take place is also a limitation. It easy to reflect individually, but it was finding time for group reflection in busy schools that is difficuly (Terbatasnya waktu di sekolah yang memungkinkan untuk melakukan refleksi kelompok. Lebih mudah untuk melakukan refleksi pribadi, tetapi menentukan waktu untuk melakukan refleksi kelompok di sekolah yang sibuk adalah hal yang sulit)
2.      A lack of commitment is also a limitation. If people don’t feel that the action research project directly affects them they are unlikely to become involved (Kurangnya komitment juga merupakan sebuah keterbatasan. Jika seseorang tidak merasa bahwa action research  dapat secara langsung berpengaruh kepada mereka maka mereka tidak tertarik untuk terlibat)
3.      Resistance to change is also a limitation. There are many teachers who are used to the way teach and very comfortable with the way things are. They often resist change and can create barriers to change. Many people also feel very threatened by change. This can be a limitation for action research. (Keengganan untuk berubah juga merupakan sebuah keterbatasan. Banyak guru yang sudah nyaman dengan  cara mengajarnya.  Dia sering menentang perubahan dan menciptakan penghalang bagi perubahan. Banyak guru juga merasa sangat terganggu dengan adanya perubahan. Hal ini juga merupakan sebuah keterbatasan untuk menerapkan action research)

Kesimpulan
           
            Meskipun ada  sejumlah keterbatasan dalam action research, namun action research tetap menjadi sebuah pilihan lagi untuk melakukan sebuah pengkajian perubahan praktek pengajaran ke arah yang lebih baik. Sehingga guru tidak lagi hanya sekedar menjalankan apa yang telah ada (imposed upon teachers from above) atau bahkan hanya sekedar menerapkan trend terakhir dalam pengajaran (just blindy following the latest trend in education) tanpa harus berfikir banyak mengapa harus menerapkan cara ini atau apakah cara ini cocok untuk siswa yang diajarnya. Sekali lagi, action research meminta kita untuk  melakukan refleksi (self-reflection) terhadap praktek pengajaran yang kita lakukan dan meminta kita untuk memilih cara yang terbaik untuk mengefektifkan dan mengkualitaskan proses pembelajaran kita. 

REFERENSI:

Armstrong, A., 1996, Progress report on my action research (Assignment 8), di EAE 430/632 Action Research and Reflective Practice, Deakin University, Geelong, Australia, hal. 1-14
Davies, B., 1996, Action research and reflective practice (Assignment 8), di EAE 430/632 Action Research and Reflective Practice, deakin University, Geelong, Australia, hal 15-24
McTaggart, R., 2000, Action research issues, di Deakin University Research Methodologies in Education (Reader), Deakin University, Geelong, Australia
Tim Proyek PGSM, 1999, Penelitian Tindakan Kelas (Classroom Action Research), Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Jakarta, Indonesia
Share this article :

0 komentar:

Speak up your mind

Tell us what you're thinking... !

WELCOME

Popular Posts

SpongeBob SquarePants

Visitor

 
Support : Creating Website | Johny Template | Mas Template
Proudly powered by Blogger
Copyright © 2011. DUNIA PEMBELAJARAN - All Rights Reserved
Template Design by Creating Website Published by Mas Template