Membawa
Guru Menemukan Model Pembelajaran Terbaik
Mutadi, S. Pd., M. Ed.
Pendahuluan
Sebuah kritik yang sangat
mendasar dilontarkan oleh Tim Proyek PGSM (1999, h. 1) yang menyatakan bahwa
hasil penelitian dalam bidang pembelajaran semestinya diharapkan akan mampu
meningkatkan kualitas pembelajaran itu sendiri. Namun sayangnya, realitas yang ada menunjukkan bahwa berbagai
hasil penelitian di bidang tersebut kurang berdampak langsung dalam meningkatan
kualitas pembelajaran di kelas.
Alasannya adalah, penelitian-penelitian itu kebanyakan dilakukan oleh
kalangan akademisi maupun lembaga penelitian mandiri. Oleh karena itu, meskipun
seringkali kelas digunakan sebagai kancah
penelitian, namun permasalahan-permasalahan yang diteliti itu kurang dihayati oleh guru. Akibatnya,
para guru itu tidak terlibat dalam pembentukan pengetahuan (knowledge construction) tentang
pendekatan pembelajaran (practical
approach) yang lebih baik.
Memperhatikan permasalahan tersebut di atas, maka (Carr
dan Kemmiss: di Davies, 1996, h. 20) menyarankan agar guru melakukan action
researh, sebab melalui action research guru akan menjadi seorang peneliti dalam
pekerjaannya, peneliti dalam pemahamannya dan peneliti terhadap situasi yang
dikelolanya (with action research
teachers become the researchers “into their own practices, understanding and
situations”). Lebih jauh Davies (1996, h. 22) berharap bahwa dengan
melakukan action research ini maka akan memungkinkan guru untuk membangun teori
pendekatan pengajarannya sendiri yang terbaik (it enabless teacher to develop their own theories about what is best
practice).
Esai ini
akan berfokus pada, pertama,
pengertian action research, kedua,
action reserach dalam pembelajaran, ketiga,
peran guru dalam action research, keempat,
kelebihan dan keterbatasan action research, dan diakhiri
dengan kesimpulan.
Action research
Saat ini
action research sedang berkembang di negara-negara maju seperti Australia,
Inggris, Amerika dan Canada. Para peneliti pendidikan akhir-akhir ini cenderung menaruh perhatian yang sangat besar
terhadap action research. Hal ini karena action research mampu menawarkan
pendekatan dan prosedur yang berdampak langsung pada upaya perbaikan dan
peningkatan profesionalisme guru dalam mengelola proses belajar mengajar di
kelasnya (Tim Proyek PGSM, 1999, h. 5).
Menurut
Kurt Lewin (1946, 1952 : di McTaggart, 2000) mendiskripsikan action research
sebagai cara kerja tahap-tahap spiral (a spiral of steps), setiap tahap
terdiri dari perencanaan (planning),
tindakan (action), pengamatan
(observation), dan evaluasi (evaluation) terhadap hasil dari
tindakan yang dilakukan.
Melihat
pendiskripsian tersebut di atas McTaggart dan Garbutcheon-Singh, (1986, 1988:
di McTaggart, 2000); Kemmis dan
McTaggart (1988a: di McTaggart, 2000) sedikit tidak setuju terutama pada
tahap-tahap spiral yang diajukan oleh Lewis. Selanjutnya mereka memberi
penekanan bahwa:
“Note that this spiral has created serious confusion
about the idea of action research, the fundamental feature of which is
collective reflection by participants on systematic objectifications on their
efforts to change the way they work (constituted by discourse organisation and
power relations, and practice)”
Sementara Stephen
Kemmis (1999: di Tim Proyek PGSM, hal. 6) memberikan definisi dengan menekankan
pentingnya unsur refleksi-diri, yaitu:
“....a form of self-reflective inquiry undertaken
by participants in a social (including education) situation in order to improve
the rationality and justice of (a) their own social or educational practices,
(b) their understanding of these practices, and (c) the situations in which
practices are carried out”
Dari
sejumlah pendiskripsian di atas, dapat ditarik sebuah kesimpulam penting
tentang action research terutama dalam bidang pendidikan (khususnya praktek
pengajaran kelas) yang selanjutnya diistilahkan sebagai classroom action
research (CAR) sebagai berikut: CAR adalah
sebuah bentuk penelitian refleksi-diri (self-reflection) atau refleksi bersama (collective reflection) dalam upaya merubah/meningkatkan (a) cara mereka mengajar
(b) pengetahuan mereka dalam dunia pengajaran,
dan (c) keadaan dimana praktek mengajarnya berlangsung.
Perubahan/peningkatan tersebut dilakukan melalui prosedur kerja bertahap spiral
(a spiral of steps) yang
meliputi perencanaan (planning),
tindakan (action), pengamatan
(observation), dan evaluasi
terhadap hasil tindakan (evaluation).
Guru dalam classsroom action reseach
Dalam
melakukan classrooom action research, guru perlu melakukannya dalam sebuah
grup. Sebagaimana yang Lewin (di Armstrong, 1996, h. 10) jelaskan bahwa jika
tujuan dari action research adalah perubahan (change) maka diperlukan kerja kelompok. Sebab perubahan yang
efektif hanya akan terjadi pada diri seseorang apabila ia bekerja dalam sebuah
grup. Lebih jauh Shumky (di Armstrong, 1996, h. 10) menambahkan bahwa perubahan
akan lebih mudah terjadi pada diri seseorang jika ia bekerja dalam sebuah grup
dibanding apabila ia bekerja sendirian (it
is easier to change as member of group than as individual). Oleh
karena itu dalam melakukan action research, bekerja sama adalah sebuah kunci (relationships are the key).
Sedangkan apa yang harus dilakukan dalam sebuah grup
(McTaggart, 1991: di Armstrong, 1996, h. 10) menjelaskan bahwa dalam sebuah
grup seseorang dapat saling berbagi (share)
pandangan dan keyakinannya (beliefs)
terhadap permasalahan yang tengah dikaji.
Kelebihan dan keterbatasan
action research
Ada
sejumlah aspek yang sangat positif dalam proses classroom action research,
sebagaimana yang dikemukakan oleh Davies (1996, h. 22):
1.
One of the most important
features of action research is that is
gives teachers a better understanding of their own work. They have the freedom
with action research to take problems and try to find solution to them. It
enables teachers to develop their own theories about what is best practice (Salah satu ciri utama yang paling penting di dalam
action research adalah memberi guru pemahaman yang lebih baik terhadap kerja
mereka. Dengan action research mereka memiliki kebebasan untuk menentukan
masalah dan mencoba menemukan solusi terhadap masalah tersebut. Hal iti
memungkingkan guru untuk membangun teorinya sendiri tentang pendekatan
pengajaran yang terbaik),
2.
Another important feature of action
research is that empowers teacher to make change (Ciri penting yang lainnya dari action research adalah
memberdayajkan guru untuk melakukan perubahan),
3.
Action research can engender a
spirit of change in the school that allow things to happen. When teachers feel
that they are in control of the change, with they are in action research, they
are more likely to accept it. Teachers
often don’t like having changes imposed upon them from above. With action
research they control the change. This can lead to the enhancement of self
esteem and self worth of teachers. They are not just technicians implementing
someone else’s theories but developing theories for themselves (Action research dapat melahirkan “semangat untuk
perubahan” di suatu sekolah yang menyebabkan segala sesuatunya bisa
terjadi. Ketika guru merasa mereka
berada dalam pengendalian perubahan, yaitu mereka pada aktivitas action
research, dia lebih suka untuk menerima perubahan itu. Guru sering tidak suka
menerima perubahan karena segala sesuatunya datang dari atas. Dengan action
research mereka mengontrol perubahan. Hal ini dapat mendorong peningkatan
penghargaan terhadap dirinya dan harga diri guru. Mereka tidak hanya sebagai seorang ahli
praktek pengajaran yang menerapkan teori dari orang lain tetapi membangun teori
untuk dirinya sendiri).
Sementara juga ada sejumlah keterbatasan yang dimiliki
oleh classroom action research, yaitu:
1.
The lack of time in schools to
enables group reflection to take place is also a limitation. It easy to reflect
individually, but it was finding time for group reflection in busy schools that
is difficuly (Terbatasnya waktu di
sekolah yang memungkinkan untuk melakukan refleksi kelompok. Lebih mudah untuk
melakukan refleksi pribadi, tetapi menentukan waktu untuk melakukan refleksi
kelompok di sekolah yang sibuk adalah hal yang sulit)
2.
A lack of commitment is also a
limitation. If people don’t feel that the action research project directly
affects them they are unlikely to become involved (Kurangnya komitment juga merupakan sebuah keterbatasan.
Jika seseorang tidak merasa bahwa action research dapat secara langsung berpengaruh kepada
mereka maka mereka tidak tertarik untuk terlibat)
3.
Resistance to change is also a
limitation. There are many teachers who are used to the way teach and very
comfortable with the way things are. They often resist change and can create
barriers to change. Many people also feel very threatened by change. This can
be a limitation for action research. (Keengganan untuk
berubah juga merupakan sebuah keterbatasan. Banyak guru yang sudah nyaman
dengan cara mengajarnya. Dia sering menentang perubahan dan
menciptakan penghalang bagi perubahan. Banyak guru juga merasa sangat terganggu
dengan adanya perubahan. Hal ini juga merupakan sebuah keterbatasan untuk
menerapkan action research)
Kesimpulan
Meskipun ada
sejumlah keterbatasan dalam action research, namun action research tetap
menjadi sebuah pilihan lagi untuk melakukan sebuah pengkajian perubahan praktek
pengajaran ke arah yang lebih baik. Sehingga guru tidak lagi hanya sekedar
menjalankan apa yang telah ada (imposed
upon teachers from above) atau bahkan hanya sekedar menerapkan trend
terakhir dalam pengajaran (just blindy
following the latest trend in education) tanpa harus berfikir banyak
mengapa harus menerapkan cara ini atau apakah cara ini cocok untuk siswa yang
diajarnya. Sekali lagi, action research meminta kita untuk melakukan refleksi (self-reflection) terhadap praktek
pengajaran yang kita lakukan dan meminta kita untuk memilih cara yang terbaik
untuk mengefektifkan dan mengkualitaskan proses pembelajaran kita.
REFERENSI:
Armstrong, A., 1996,
Progress report on my action research (Assignment 8), di EAE 430/632 Action
Research and Reflective Practice, Deakin University, Geelong, Australia,
hal. 1-14
Davies, B., 1996,
Action research and reflective practice (Assignment 8), di EAE 430/632 Action
Research and Reflective Practice, deakin University, Geelong, Australia,
hal 15-24
McTaggart, R., 2000,
Action research issues, di Deakin University Research Methodologies in
Education (Reader), Deakin University, Geelong, Australia
Tim Proyek PGSM,
1999, Penelitian Tindakan Kelas (Classroom Action Research), Departemen
Pendidikan dan Kebudayaan, Jakarta, Indonesia
0 komentar:
Speak up your mind
Tell us what you're thinking... !