A. Mengapa Kita Menulis?
Mengapa kita menulis? Banyak
alasan mengemuka ketika pertanyaan ini saya lontarkan dalam sebuah pelatihan penulisan
buku ajar bagi guru PAI SD se Kabupaten Pati Jawa Tengah, 21 sampai dengan 22
Januari 2013 yang lalu. Sebagian besar peserta pelatihan menjawab “untuk
mendapatkan angka kredit!“, “mendapatkan royalti!“, “menjadi terkenal“ dan
sejenisnya. Namun, saya sempat terpana ketika saya membaca alasan yang pernah
ditorehkan oleh Pramoedya Ananta Toer (dikutip di Harefa, 2010 : 70) bahwa “Kau,
Nak, paling sedikit kau harus bisa berteriak. Tahu aku sayangi kau lebih dari
siapa pun? Karena kau menulis, suaramu tak akan padam di telan angin, akan
badai, sampai jauh, jauh dikemudian hari…. Orang boleh pandai setinggi langit,
tapi selama ia tidak menulis, ia akan hilang di dalam masyarakat dan dari
sejarah.”
Wow! Jika Anda tidak menulis nama Anda
akan hilang dari sejarah peradaban manusia. Jangankan orang lain, mungkin
keturunan Anda sendiri tidak akan mengenal Anda lagi. Mereka mungkin akan kenal
Socrates, Plato, Aristoteles, atau Dale Carnigie dan Stephen Covey yang kesemuanya
telah mencatatkan namanya dalam buku karena menulis. Jadi, agar nama Anda tidak
hilang dari sejarah, maka menulislah!
B. Fenomena Menulis dan Kesehatan
Alasan lain mengapa kita perlu menulis
adalah terapi untuk penyembuhan jiwa. Tahukah Anda? Ketika Anda berani untuk
mulai menulis, Anda akan mendapatkan sensasi baru dalam dada. Apalagi jika Anda
terus membiasakan diri untuk menulis dan menulis. Maka sudah hampir bisa
dipastikan sensasi itu tidak pernah ingin Anda lepaskan lagi.
Dengan tulisan, Anda seolah-olah berteriak, mengeluarkan apa yang kita
rasakan, mengungkapkan kesedihan, meruntuhkan beban yang kita miliki atau
menjelaskan sesuatu yang bahkan orang lain tidak pernah memikirkannya. Lantas
apa hubungannya antara terapi penyembuhan jiwa dengan aktivitas menulis? Kenapa
menulis dapat menjadi terapi yang menyembuhkan? Sebuah riset pernah dilakukan
terhadap dua kelompok orang yang mengalami masalah kejiwaan. Pada Kelompok eksperimen
selama 1 (satu) bulan diberi perlakuan untuk menulis apa saja yang mereka
pikirkan. Sementara, terhadap kelompok kontrol tidak dilakukan perlakuan yang
sama. Hasilnya menunjukkan bahwa kelompok eksperimen lebih cepat sembuh dari
pada kelompok kontrol. Salah satu cara untuk sehat jiwa dan raga adalah dengan
terus menerus merasa bahagia, dan menulis merupakan salah satu cara merawat
bahagia yang Anda miliki (Mastuti, 2011 : 108).
James W. Pennebaker adalah salah seorang pelopor studi mengenai keterkaitan
antara kegiatan menulis dan kondisi kesehatan manusia. Psikolog yang mengajar di
Southern Methodist University USA ini, sering menganjurkan pasiennya untuk
menuliskan permasalahan yang bersifat pribadi. Misalnya, seputar kejadian di
masa kecil, hubungan dengan orang tua, hubungan dengan orang-orang yang pernah
dicintai atau yang sekarang dicintai, atau kariernya.
Pennebaker sering menyarankan agar sedikitnya dalam empat hari
berturut-turut pasiennya menuliskan emosi-emosi dan pikiran-pikiran terdalam
yang muncul. Emosi-emosi dan pemikiran yang berkaitan erat dengan
peristiwa-peristiwa yang mempengaruhi hidupnya sampai saat ini. Pennebaker
meminta pasiennya untuk mengungkapkan dan menggali setiap kejadian penting dan
bagaimana hal itu mempengaruhinya.
Saran Pennebeker banyak dipraktekan untuk orang-orang yang menderita
penyakit stress, juga untuk mereka yang mengalami trauma serta berbagai
penyakit yang psikomatik. Terbukti ada kesan bahwa proses menulis itu dapat membantu
penyembuhan berbagai penyakit yang bersifat emosi dan kejiwaan (Harefa, 2010 :
231 – 232).
C. Lupakan Teori dan Terus Menulis
Banyak
orang menganggap bahwa menulis itu sulit. Sulit memulai adalah masalah yang
paling banyak dikeluhkan para penulis. Hal ini tidak terbatas pada penulis
pemula, tapi juga penulis kawakan. Bahkan jika dikalkulasikan dari semua
masalah penulisan, masalah ini memiliki persentase tertinggi sebagai masalah
yang paling populer. Kebanyakan dari mereka bingung bagaimana memulainya,
bagaimana cara mencari temanya, sesuai dengan EYD atau tidak, dan segudang
hambatan lain yang semakin memperkuat anggapan bahwa menulis itu benar-benar sulit.
Dan ketika menulis dianggap sulit, lalu kita sering membuat pernyataan: I don‘t
like to write! dan I don‘t like to begin to write! Dan sejenisnya yang mampu membunuh keinginan
kita untuk menulis (Mastuti, 2011 : 108).
Salah
satu trik dan mendobrak kebiasaan tentang teknik menulis. Jika para penulis
biasanya menyesuaikan dengan teori yang ada, maka Mastuti (Mastuti, 2011 : 15 -
22) menganjurkan untuk melupakan teori-teori penulisan tersebut, karena menulis
itu merupakan seni yang akan muncul dan mengalir jika kita memahami apa yang
akan kita tulis. Tidak usah terlalu memikirkan titik koma, tata bahasa, ejaan,
panjang kalimat atau struktur kalimat. Tulis saja sealami mungkin. Ini akan
sangat membantu meringankan beban persepsi tentang beratnya menulis.
Mengalirlah saja, jangan berfikir tulisan
Anda baik atau jelek, layak atau tidak layak. Biarkan ide Anda tumpah
dan mengalir seindah mungkin. Masalah ejaan, tata bahasa, serta struktur
kalimat bisa anda benahi ketika melakukan revisi. Jangan takut, teruslah
menulis! Jika semua hambatan-hambatan dalam diri itu telah terhapus, termasuk
rasa takut menulis, maka menulis akan menjadi “candu” yang mengalir alami.
Selanjutnya, Anda tinggal melatih menulis untuk orang lain atau menulis untuk
dibaca orang lain.
Pasti
tahu dong, Andrea Hirata. Penulis buku Laskar Pelangi dan Sang Pemimpi ini telah
menjadi fenomena dalam industri perbukuan. Andrea sama sekali tidak pernah
menduga kalau dia akan terkenal karena menulis buku. Tujuan awal ia menulis
buku adalah sekedar mencurahkan isi hatinya tentang perjuangan gurunya semasa
dia bersekolah di SD Muhammadiyah, Belitung Timur, Bangka Belitung.
Resep
cespleng Andrea adalah dengan mengeluarkan semua yang ada dalam pikiran,
mencurahkan segala yang ada dalam hati dengan menulis. Bahkan, di awal
kariernya, dia tak mau tahu apa tulisannya itu bagus atau jelek, apakah
tulisannya itu sesuai komposisi, yang penting baginya adalah terus menulis.
Jadi,
menulis dengan hati dan mengikuti kata hati adalah salah satu cara untuk
membuat kualitas tulisan kita semakin bagus.Tulisan yang mengikuti kata hati
mengalir dari jiwa, mengalir di sekujur tubuh, dan menggerakkan kita untuk
menyelesaikan tulisan. Kata-kata yang kemudian dihasilkan adalah kata-kata yang
menggugah bagi pembacanya.
D. Jadilah Rakus Membaca
Hernowo (2007) menegaskan bahwa tanpa menjadi orang yang “rakus”
membaca, mustahil seorang penulis dapat kaya raya dengan kata. Hanya dengan
memiliki kekayaan katalah, tulisannya dapat mengalir, indah, dan menggugah.
Membaca menambah kekayaan kosa kata dalam menulis. Membaca, menurut Hernowo,
membantu penulis menemukan gaya penulisan. Juga, membantu menyelesaikan masalah
dan menjadikan kita semakin cerdas. Seperti selalu diungkapkan Hernowo dalam
setiap buku-bukunya, menulis merupakan proses pengikatan makna dari aktivitas
membaca. Sebaliknya, membaca membantu memberikan bahan-bahan untuk diolah dalam
penulisan. Semakin beragam bacaan maka akan semakin beragam pula materi tulisan
yang dimiliki. Proses adaptasi membaca ke gaya menulis ini berjalan tanpa
disadari. Menyusup begitu saja dengan alami dan naluriah. Penulis yang terus
berlatih lama kelamaan akan terbiasa dengan proses ini.
Lebih jauh Djuraid (2006 : 3) menambahkan
bahwa tahap awal menulis adalah banyak membaca: buku, surat kabar, majalah,
jurnal, dan karya tulis yang lain. Banyak keuntungan yang diperoleh melalui
membaca, selain pengetahuan yang luas, akan muncul untuk menulis. Seorang
penulis akan memiliki banyak bekal untuk bahan tulisan yang bahan tulisan yang
akan meningkatkan kualitas tulisannya. Selain itu, dalam membaca seorang
penulis mendapat pengalaman baru bagaimana cara menulis yang baik dengan
melihat kemampuan penulis lain.
E. "Mind Mapping“ Membantu
Anda
Masalah lain yang muncul sebagai penulis pemula
adalah kebingungan mengurai isi pikiran yang berkelebatan, mengelola ide yang
berkeliaran. Bahkan kadang terjadi, merasa kehilangan atau lupa ide dahsyat
yang dulu pernah menyelinap di otak atau
benak Anda. Oleh karena itu, setiap ide yang berkelebat hendaknya Anda ikat
erat-erat dan ditata secara logis. Djuraid (2006 : 1) mengingatkan bahwa ketika
di benak kita ada sebuah gagasan saat itulah harus diikat atau ditulis. Salah
satu alat yang bisa digunakan untuk mengikat dan menata ide Anda itu adalah mind map yang ditemukan oleh Tony Buzan.
Mind mapping bukanlah sebuah teori menulis. Mind mapping adalah sekedar alat (tool)
yang membantu penulis mengikat ide.
Sejarah
penemuan mind map (peta pikiran) ini
bermula dari Tony Buzan yang masa kecilnya senang dengan aktivitas mencatat dan
menulis. Namun, ketika menginjak dewasa pikirannya mengalami kekacauan dan
benci dengan apa pun yang berhubungan dengan belajar, terutama mencatat
pelajaran. Ia mulai mengamati munculnya paradoks luar biasa, yaitu semakin
banyak ia mencatat semakin buruk pelajaran dan ingatannya. Ia berupaya untuk
mengatasi masalah itu. Tony mulai menggarisbawahi kata-kata dan gagasan penting
dengan pena merah serta memberi kotak untuk hal-hal penting. Hasilnya,
ingatannya mulai membaik.
Pada tahun pertama masuk perguruan tinggi,
Tony masih berjuang keras. Kemudian, ia mulai terpesona dengan sistem ingatan
yang dikembangkan oleh orang-orang Yunani, dimana sistem tersebut memungkinkan
mereka untuk mengingat kembali ratusan dan ribuan fakta dengan sempurna. Sistem
ingatan dari Yunani tersebut berdasarkan imajinasi dan asosiasi.
Tonypun mulai memperhatikan bahwa setiap
orang di sekitarnya membuat catatan mirip dengan yang dulu ia buat. Catatan itu
ruwet, hanya dalam satu warna, dan monoton. Tidak ada satupun orang yang
memakai prinsip imajinasi dan asosiasi (mungkin termasuk kita saat ini – penulis).
Tony mengilustrasikan dirinya dan orang-orang itu seperti berada dalam sebuah
kapal yang karam. Tony menyadari bahwa di kepala dan “otak global“ kolektifnya
ada sumbatan besar yang membutuhkan alat untuk meruntuhkannya. Ia mulai mencari
alat berfikir yang memberi kebebasan orang untuk berfikir dan mencatat bagi
setiap orang.
Tony segera menemukan bahwa sebagian pemikir
besar, seperti Leonardo da Vinci, menggunakan gambar, kode, dan garis
penghubung dalam catatannya. Para pemikir besar membuat coret-coretan, sehingga
catatan mereka menjadi tampak hidup. Inilah yang menginspirasi Tony Buzan untuk
melahirkan buah pikiranya yang revolusioner dalam berfikir dan mencat – mind map. Berikut ini contoh peta
pikiran:
Mendengar
penemuan baru yang efeknya begitu menakjubkan maka British Broadcasting
Corporation (BBC) meminta Tony Buzan
untuk muncul di acara televisi berdurasi setengah jam guna membicarakan mind map temuannya itu. Sejak itu, waktu Tony
Buzan banyak tersita untuk memberikan ceramah dan mengajar mengenai teori dan
aplikasi mind map. Karena dirinya
telah mengalami sulitnya masa-masa menjadi pelajar, ia bertekat agar setiap
orang bisa mendapat manfaat dari alat berfikir atau mencatat ide yang amat luar
biasa itu. Mind map telah membantu Tony Buzan mengubah hidupnya menjadi
lebih baik, menyenangkan, dan dramatis. Bukan tidak mungkin, mind map ini akan mengubah kehidupan banyak
orang termasuk Anda secara dramatis pula dalam hal mengikat ide dan megingatnya
(Warseno dan Komorojati, 2011 : 76 – 91)
Dengan menerapkan metode mind map, ada banyak keuntungan yang bisa kita peroleh. Efeknyapun
sangat positif bagi kita. Beberapa keuntungan yang bisa kita peroleh dari
penggunaan mind map, antara lain:
- dapat melihat gambaran secara menyeluruh dengan jelas,
- dapat melihat detailnya tanpa kehilangan benang merah antartopik,
- terdapat pengelompokkan informasi,
- lebih baik dalam mengingat,
- menarik perhatian mata dan tidak membosankan,
- memudahkan kita berkosentrasi,
- mendapatkan ide brilian,
- proses pembuatannya menyenangkan karena melibatkan gambar dan warna,
- mudah menginatnya karena ada penanda-penanda visualnya, serta
- menghemat dan memanfaatkan waktu dengan sebaik-baiknya
Dalam membuat mind map, kita harus terlebih dahulu
mengetahui langkah-langkahnya. Berikut ini adalah sejumlah langkah cara membuat
mind map secara singkat dan sederhana.
- Siapkan kertas kosong polos atau tidak bergaris. Jika bentuknya persegi panjang, maka kertas diposisikan landscape atau posisi tidur. Mulailah pusat mind map dari tengah kertas kosong. Pusat mind map sebaiknya diberi judul atau ide utama.
- Gunakan gambar atau simbol untuk ide utama. Kita ketahui bahwa bahasa otak adalah bahasa gambar yang mudah diingat dan tahan lama. Sehingga, gambar dan simbol tersebut bisa melengkapi maupun menggantikan kata kunci.
- Gunakan berbagai warna. Selain gambar, otak kita juga menyukai sesuatu yang berwarna-warni. Hal ini akan memperkuat memori daya ingat otak kita. Sebaiknya menggunakan pensil warna minimal tiga macam.
- Cabang utama harus memancar langsung dari mind map.
- Bentuknya organik dari tebal ke tipis dan meliuk atau bergelombang, bukan sekedar melengkung atau lurus
- Dari cabang-cabang utama dibuat ke cabang-cabang selanjutnya.
- Gunakan satu kata kunci untuk setiap garis yang meliuk itu.
Melihat kehebatan mind mapping ini, Joyce Wicoff (dikutip dalam presentasi Hernowo
Lomba Penulisan Buku Ajar yang Mencerdaskan 2007 Depag RI) mengatakan bahwa mind map -- ditemukan oleh Tony Buzan
dan kemudian dikembangkan bersama Michael J. Gelb -- adalah pengganti metode “outlining”
merupakan alat pembuka pikiran yang ajaib. Oleh karenanya, sebagai penulis
pemula layak memiliki alat ini untuk melahirkan kemampuan menulis yang
mempesona
F. Ketahuilah Menulis Bukanlah
Bakat
Sebagai penutup esai ini, saya mencoba mengangkat
pendapat Howard Gardner (dikutip di Mastuti, 2011 : 108) yang mengatakan bahwa
menulis bukanlah persoalan bakat, sebab semua orang memiliki kecerdasan
berbahasa yang memungkinkan bisa jadi penulis.
Menulis tak ubahnya dengan belajar berjalan atau naik sepeda. Kita
melakukannya terus menerus dan akhirnya menjadi mudah.
Sejalan dengan hal tersebut Mastuti (2011 : 11)
menegaskan bahwa menulis bukan bakat, semua bisa. Apalagi ketika manusia
dilahirkan sudah dibekali dengan setriliun sel neutron yang terdiri dari seratus
miliar sel aktif dan sembilan ratus miliar sel pendukung di dalam otak. Jika
satu sel digunakan maka bisa terkoneksi dengan 20.000 sel yang lain. Kesimpulannya
bahwa manusia itu dilahirkan dalam keadaan cerdas. Dibanding dengan binatang, mereka
rata-rata hanya dibekali dengan 10 juta sel otak. Untuk tikus hanya dibekali 5 juta sel otak,
lalat hanya 100 ribu sel otak dan lebah 7 ribu sel otak saja.
Oleh karenanya, kecerdasan milik semua manusia.
Pilihannya tinggal ada di tangan Anda semua, mau digunakan atau tidak. Begitu
juga menulis. Menulis sekali lagi bukanlah merupakan bakat atau turunan. Setiap
orang mempunyai peluang yang sama untuk menjadi “cerdas“ menulis. Pilihanya ada
di tangan Anda sendiri, mau digunakan atau tidak. Wow... luar biasa bukan? Selamat
berselancar di dunia yang bernama menulis!
Daftar Pustaka
Djuraid, H. N. 2009. Panduan Menulis Berita: Edisi Revisi. UMM Press. Malang
Harefa, A. 2010. Happy Writing. PT Gramedia Pustaka Utama. Jakarta
Hernowo.2007.
Menilai Context Buku Pelajaran: Menemukan “Sisi Manusiawi“ yang
Hilang. File Presentasi PowerPoint Lomba Buku Pelajaran yang Mencerdaskan.
Depag RI. Jakarta
Mastuti, I. 2011, Ternyata
Menulis itu Gampang. Samudra. Sukoharjo
Warseno, A. dan Komorojati, R. 2011. Super Learning: Praktek Belajar-Mengajar
yang Serba Efektif dan Mencerdaskan. DIVA Press. Jogjakarta
*) Widyaiswara BDK Semarang
Inspiratif, memotivasi juga buat saya.
BalasHapusTerima Kasih Pak..
BalasHapusMudah2an bisa "ketularan" menulis Insya Allah
suwun pak....ijin share
BalasHapus